Kebangkitan

Mataram bermula dari tanah perdikan yang diberikan kepada Ki Ageng Pamanahan (putera Ki Ageng Enis, cucu Ki Ageng Sela) oleh Mas Karèbèt atau Jaka Tingkir, Sultan Kasultanan Pajang yang bergelar Sultan Hadiwijaya (1549-1582), sebagai balas jasa karena telah membantu Kasultanan Pajang untuk menghadapi perlawanan Arya Penangsang yang berasal dari Jipang.

Tanah perdikan yang diberikan Sultan Hadiwijaya kepada Ki Ageng Pamanahan masih berupa hutan yang dikenal dengan nama Alas Mentaok, kurang lebih tujuh tahun Ki Ageng Pamanahan membangun Mataram yang menjadikannya sebagai pusat kekuasaan yang baru dan diberi nama Kotagede.

Setelah Ki Ageng Pamanahan membangun Mataram, kemudian ia menamakan dirinya sebagai Ki Ageng Mataram meskipun saat itu Mataram masih berada dibawah kekuasan Kasultanan Pajang.

Setelah Ki Ageng Pemanahan wafat, ia digantikan oleh puteranya yang memiliki bakat sebagai ahli strategi perang bernama Danang Sutawijaya atau Dananjaya (putera Ki Ageng Pamanahan dengan Nyai Sabinah, adik Ki Juru Martani). Danang Sutawijaya juga merupakan putera angkat dari Sultan Hadiwijaya (Sultan Kasultanan Pajang).

Pada tahun 1582 seorang keponakan Danang Sutawijaya yang tinggal di Pajang, bernama Pangeran Pabelan (putera Tumenggung Mayang dengan adik perempuan Danang Sutawijaya) dihukum mati karena berani menyusup ke dalam Keraton Puteri Kasultanan Pajang untuk menemui Ratu Sekar Kedaton (puteri Sultan Hadiwijaya, yang memiliki kecantikan dan kebaikan hati yang luar biasa).

Ayah Pangeran Pabelan yang bernama Tumenggung Mayang pun ikut dijatuhi hukuman dibuang ke daerah Semarang karena diduga ikut membantu Pangeran Pabelan. Ibu Pangeran Pabelan yang merupakan adik perempuan Danang Sutawijaya meminta bantuan ke Mataram.

Maka dari itu, Danang Sutawijaya berniat untuk mencegah pasukan Kasultanan Pajang ditengah perjalanan dari Kasultanan Pajang menuju Semarang yang membawa Tumenggung Mayang.

Akhirnya, utusan Mataram berhasil mencegah pasukan Kasultanan Pajang membawa Tumenggung Mayang ke Semarang, karena kebetulan disaat yang sama terjadi peristiwa alam yaitu meletusnya Gunung Merapi, peristiwa inilah yang mengakibatkan stigma yang terbentuk bahwa Danang Sutawijaya melakukan pemberontakan terhadap Kasultanan Pajang.

Keberhasilan utusan Mataram berhasil mencegah pasukan Kasultanan Pajang membawa Tumenggung Mayang ke Semarang ini menjadi akhir dari pemerintahan dari Sultan Hadiwijaya.

Setelah Sultan Hadiwijaya wafat pada tahun 1582, Pangeran Benawa (putera Sultan Hadiwijaya dengan Ratu Mas Cempaka) seharusnya naik takhta menjadi Sultan Pajang, namun disingkirkan oleh Arya Pangiri (putera Pangeran Prawata Adipati Demak, menantu Sultan Hadiwijaya suami Puteri Pembayun, dan kakak ipar Pangeran Benawa) dan menjadikan Pangeran Benawa sebagai Adipati di daerah Jipang Panolan, kala itu Pangeran Benawa tidak dapat berbuat apa-apa, dikarenakan Arya Pangiri adalah kakak iparnya.

Pada masa pemerintahan Arya Pangiri, Kasultanan Pajang mengalami banyak polemik. Akhirnya, Pangeran Benawa meminta bantuan Danang Sutawijaya untuk mengakhiri polemik tersebut sekaligus meluruskan dan mengembalikan pemerintahan Kasultanan Pajang yang sebenarnya.

Danang Sutawijaya yang ahli dalam strategi perang dan adu pendapat, berhasil memulangkan Arya Pangiri ke Demak dan kembali menjadikan Arya Pangiri sebagai Adipati Demak, peristiwa inilah yang menandai kembalinya takhta Kasultanan Pajang dari Arya Pangiri kepada Pangeran Benawa.

Pangeran Benawa naik takhta dengan gelar Prabuwijaya (1586-1587). Pada masa pemerintahannya, Pangeran Bonowo memerintah Kasultanan Pajang dengan sangat baik dan memberikan keadilan baik terhadap penduduk asli Pajang maupun penduduk pendatang yang berasal dari Demak. Pangeran Bonowo pun tidak memiliki dendam terhadap Arya Pangiri atau Demak.

Sebelum menemui ajalnya, Pangeran Benawa menuliskan wasiat yang intinya adalah, setelah kepergian Pangeran Benawa, Kasultanan Pajang akan diserahkan dan akan menjadi bagian dari Mataram. Pangeran Benawa wafat pada tahun 1587, peristiwa inilah yang menandai Kasultanan Pajang berubah menjadi bagian dari Mataram.

Danang Sutawijaya akhirnya mampu menjadikan Kerajaan Mataram sebagai kerajaan yang memiliki kekuasaan penuh. Danang Sutawijaya memproklamirkan Mataram sebagai Kerajaan Islam yang berdiri sendiri dan menggunakan gelar Panembahan Senopati Khalifatullah Sayyidin Penatagama. Semenjak itulah Danang Sutawijaya dikenal dengan nama Panembahan Senopati (1586-1601), dengan ibu kota kerajaan berada di Kotagede.

Panembahan Senopati berkeinginan menjadikan Kerajaan Mataram sebagai tonggak kerajaan di Jawa, perluasan wilayah kekuasaan Kerajaan Mataram pun kemudian dilakukan ke sebagian Jawa Tengah (Mataram, Pajang, dan Demak), serta ke sebagian Jawa Timur (Madiun).

Setelah Panembahan Senopati wafat pada tahun 1601 dan dimakamkan di Makam Hastana Kitha Ageng Kotagede. Kerajaan Mataram dipimpin oleh Raden Mas Jolang (putera Panembahan Senopati dengan Ratu Mas Waskitajawi, puteri Ki Ageng Penjawi). Raden Mas Jolang naik takhta dengan gelar Panembahan Hadi Prabu Hanyakrawati (1601-1613) atau Panembahan Seda Ing Krapyak atau dikenal dengan nama Panembahan Hanyakrawati, dengan ibu kota kerajaan tetap berada di Kotagede.

Pada masa pemerintahan Panembahan Hanyakrawati, Kerajaan Mataram hanya mampu mempertahankan wilayah-wilayah yang telah dikuasai sebelumnya oleh ayahnya, Panembahan Senopati.

Banyaknya perlawanan dari daerah pesisir, merupakan salah satu penyebab pemerintahan Panembahan Hanyakrawati tidak mampu memperluas wilayah Kerajaan Mataram, namun demikian pada masa pemerintahan Panembahan Hanyakrawati.

Kerajaan Mataram sempat melakukan pengepungan wilayah Gresik dan Surabaya. Masa pemerintahan Panembahan Hanyakrawati tidak berlangsung lama, beliau wafat karena kecelakaan saat sedang berburu di hutan Krapyak. Sehingga beliau juga dikenal dengan sebutan Panembahan Seda Krapyak.

Untuk mendapatkan informasi selengkapnya, silahkan kunjungi Makam Pajimatan Imogiri dan melakukan pemindaian QR Code pada masing-masing Penanda Keistimewaan yang berada di Makam Pajimatan Imogiri.

slide 3 to 12 of 12