Tradisi Nguras Enceh

Enceh dalam bahasa Indonesia berarti tempayan, Enceh ini merupakan benda yang terbuat dari tanah liat, yang berukuran sangat besar biasasanya digunakan untuk tempat menyimpan air untuk memasak maupun berwudlu, serta juga sering digunakan untuk menyimpan barang-barang berharga pada jaman dahulu.

Menurut sejarahnya, Enceh yang terdapat di Makam Pajimatan Imogiri ini dahulu digunakan Sultan Agung untuk berwudhu.

Enceh tersebut merupakan cinderamata dari kerajaan-kerajaan sahabat. Enceh yang diperoleh Sultan Agung berjumlah 4 buah, masing-masing diperoleh dari 4 kerajaan yang berbeda, dan diberi nama Kyai Danumaya (dari Kerajaan Aceh), Nyai Danumurti (dari Kerajaan Palembang), Kyai Mendung (dari Kerajaan Rum, Turki), dan Kyai Syiem (dari kerajaan Siam, Thailand).

Hal ini menggambarkan bahwa hubungan kerjasama pada masa pemerintahan Sultan Agung tidak hanya sebatas pada kerajaan-kerajaan di Nusantara, namun hingga ke luar negeri, yaitu Turki dan Thailand.

Tradisi Nguras Enceh merupakan peristiwa budaya yang dilaksanakan setiap satu tahun sekali pada bulan Sura (Muharram).

Nguras Enceh dilaksanakan setiap hari Jum'at Kliwon pada bulan Sura setelah dilaksanakannya Jamasan Pusaka (Siraman Pusaka) Keraton Yogyakarta (yang dilaksanakan pada setiap hari Selasa Kliwon pada bulan Sura).

Tradisi nguras enceh yang dilakukan di dalam komplek makam raja-raja mataram ini merupakan upacara penggantian/menguras air di dalam enceh/tempayan yang berukuran sangat besar.

Tempayan tersebut oleh masyarakat Imogiri dan sekitarnya sering disebut dengan istilah kong/enceh.


Untuk mendapatkan informasi selengkapnya, silahkan kunjungi Makam Pajimatan Imogiri dan melakukan pemindaian QR Code pada masing-masing Penanda Keistimewaan yang berada di Makam Pajimatan Imogiri.

slide 3 to 12 of 12